PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Reformasi menuntut
dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena yang menjadi causa prima
penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi kepemimpinan yang
berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang
mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya
kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia
1945. Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945
bukanlah bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam
pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses
pemerintahan kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya kemudian
bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk
legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional
rezim orde lama (1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah membuktikan hal
itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD yang all size
itu akan berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya.
Keberadaan UUD 1945 yang
selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah mengalami beberapa
perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan
tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga
negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan
dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini
menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian
menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang
seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang
tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi
jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen
bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana
cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam
situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik
dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan
dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga
masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia
kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai
keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
Dengan melihat kembali
dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan
perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam
artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak
bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi
perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi
monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apakah pengertian negara itu?
1.2.2 Apakah pengertian konstitusi itu?
1.2.3 Bagaimanakah hubungan antara negara dan konstitusi?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari negara.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian dari konstitusi.
1.3.3 Untuk mengetahui hubungan antara negara dan konstitusi.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Menambah pengetahuan kita tentang pengertian suatu negara.
1.4.2 Menambah wawasan kita tentang pengertian konstitusi.
1.4.3 Kita menjadi tahu bagaimana hubungan antara negara dan konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN NEGARA
Negara merupakan suatu
organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara
bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui
adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok
atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi negara dalam
suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada organisasi-organisasi lain
(keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi lainnya yang
masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan). Secara
umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama yang ada di dalam
suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut
campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi lainnya.
Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara.
Elemen-elemen tersebut adalah:
1. Masyarakat
Masyarakat merupakan unsur terpenring dalam tatanan suatu negara. Masyarakat
atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesna suatu
tatanan dalam pemerintahan. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak
hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu
melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu
pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan.
Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.
2. Wilayah (teritorial)
Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping
pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan
khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk
suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara.
Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya berlaku
bagi orang-orang yang berada di wilayahnya sendiri. Orang akan segera sadar
berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui batas-batas wilayahnya
setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk memenuhi berbagai
kewajiban yang ditentukan.
Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat
untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir de’etre ansemble).
Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan
khusus dari wilayah suatu negara.
3. Pemerintahan
Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki
kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara
dan berada dalam wilayah negara.
Ada empat macam teori mengenai suatu kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan,
kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.
1. Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit)
Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) meyatakan atau menganggap
kekuasaan pemerintah suatu negara diberikan oleh Tuhan. Misalnya kerajaan
Belanda, Raja atau ratu secara resmi menamakan dirinya Raja atas kehendak Tuhan
“bij de Gratie Gods”, atau Ethiopia (Raja Haile Selasi) dinamakan “Singa
Penakluk dari suku Yuda yang terpilih Tuhan menjadi Raja di Ethiopia”.
2. Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)
Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)menganggap sebagai suatu axioma
yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang
berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu
negara.
Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara
adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”. Sementara itu
Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan kedaulatan negara sebagai
pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun. Pemerintah adalah
“alat negara”.
3. Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit)
Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua kekuasaan dalam
negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die
Moderne Staats Idee.
4. Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit),
Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam suatu
negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J. Rousseau (Perancis)
menyatakan apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara
seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu
negara.
Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, 3 unsur negara menjadi 4 bahkan 5
yaitu rakyat, wilayah, pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan
Internasional (secara de facto maupun de jure).
2.2 PENGERTIAN KONSTITUSI
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu
“constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan
demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan
perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu
berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum.
Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.
Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan: what is a constitution
dapat dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules
for the the operation of an organization” Organisasi dimaksud beragam bentuk
dan kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi, pada
umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau
Undang-Undang Dasar.
Dahulu konstitusi digunakan
sebagai penunjuk hukum penting biasanya dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan
digunakan secara luas dalam hukum kanon untuk menandakan keputusan subsitusi
tertentu terutama dari Paus.
Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian
aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun
dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya
berupa dokumen tertulis (formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun
ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik,
negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun
alokasi Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat
beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau
hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi
Konstitusi memuat
aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution)
dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti
halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan
“Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam
karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua
negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Di beberapa negara terdapat dokumen yang menyerupai konstitusi, namun oleh
negara tersebut tidak disebut sebagai konstitusi. Dalam buku yang berjudul The
Law and The Constitution, Ivor Jenning menyebutkan di dalam dokumen konstitusi
tertulis yang dianut oleh negara-negara tertentu mengatur tentang:
1. Adanya wewenang dan tata cara bekerja suatu lembaga kenegaraan.
2. Adanya ketentuan hak asasi yang dimiliki oleh warga negara yang diakui dan
dilindungi oleh pemerintah.
Tidak semua lembaga-lembaga
pemerintahan dapat diatur dalam poin 1 dan tidak semua hak-hak warga negara
diatur dalam poin 2. Seperti halnya di negara Inggris. Dokumen-dokumen yang
tertulis hanya mengatur beberapa lembaga negara dan beberapa hak asasi yang
dimiliki oleh rakyat, satu dokumen dengan dokumen lainya tidak sama.
Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek.
Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika
Latin seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama
271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia,
Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal.
Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos
44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal
dan Finlandia 95 pasal.
A. TUJUAN DARI KONSTITUSI
Pada umumnya hukum bertujuan untuk
mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik
antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata
negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah
konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan
konstitusi itu sendiri.
Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama deengan hukum, namun tujuan
dari konstitusi lebih terkait dengan:
1. Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya
masing-masing.
2. Hubungan antar lembaga negara
3. Hubungan antar lembaga negara(pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
4. Adanya jaminan atas hak asasi manusia
5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal
yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin bahwa konstitusi
tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki lembaga-lembaga
yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan yang tidak
kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi. Bahkan
terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat
perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di dalam konstitusi.
Dengan demikian banyak negara
yang memiliki aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan
yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton
menyatakan “Constitutionalism is the name given to the trust which men repose
in the power of words engrossed on parchment to keep a government in order.
Untuk tujuan to keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang
sede-mikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat
dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi
kekua-saan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons
perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
b. KLASIFIKASI KONSTITUSI
Hampir semua negara memiliki
kostitusi, namun antara negara satu dengan negara lainya tentu memiliki
perbeadaan dan persamaan. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi dari
konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara atau hukum
konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang mereka
sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan lain-lainnya.
Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi
sebagai berikut:
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and
unwritten constitution)
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution)
Konstitusi fleksibelitas merupakan konstitusi yang memiliki ciri-ciri pokok:
1. Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah .
2. Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah
undang-undang.
c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi
(Supreme and not supreme constitution).
Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam
negara (tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi tidak derajat tinggi
adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary
Constitution)
Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam
suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal
(Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya.
Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan,
karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President
Executive and Parliamentary Executive Constitution).
Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:
1. Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga
memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan.
2. Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat
memerintahkan pemilihan umum.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas
kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara.
Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi
konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja,
maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut
oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada
di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan
negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu
konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan
yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power
berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi
merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi
atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan
perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal,
maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang
Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare ” Konstitusi
Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and
Parliamentary Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan
Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam tubuh
UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri pemerintahan
parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem
konstitusi campuran.
2.3 HUBUNGAN NEGARA DENGAN KONSTITUSI
Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan
dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya
dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan satu kesatuan
utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila,
melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa
kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial)
tertentu dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib
dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di
wilayahnya.
2. Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok
(fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
3. Antara negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena
melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.
3.2 SARAN
Kepada para pembaca kami menyarankan agar lebih banyak membaca buku yang
berkaitan dengan Negara atau Konstitusi agar lebih memahami kedua hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.wikipedia.com
Nasution, Mirza. NEGARA DAN KONSTITUSI. 2004 ( diakses lewat internet)
http://www.prince-mienu.blogspot.com